Sabtu, 19 April 2014

Dalil-dalil Diperbolehkannya Berdzikir secara Jahr dan Secara Berjamaah

 

Dalil-dalil Diperbolehkannya Berdzikir secara Jahr dan Secara Berjamaah

Baiklah, berikut ini saya sajikan kajian dari kitab al-Hawi li al-Fatawi dan saya lampirkan scan halaman per halamannya serta saya terjemahkan. Silakan disimak baik-baik.



Hasil Penelaahan Mengenai Permasalahan Berdzikir dengan Jahr
(Dzikir dengan Mengeraskan Suara)

Dengan asma’ Alloh yang Maha Pengasih lagi maha Penyayang, segala puji bagi Alloh yang memberikan kecukupan bagiku, dan keselamatan kesejahteraan bagi hamba-Nya yang terpilih.
Aku bertanya kepadamu (wahai Syaich as-Suyuthi) semoga Allah Ta’aala memuliakanmu, mengenai suatu hal yang umum dilakukan para pemuka shufiyyah yang menyelenggarakan halaqah dzikr dan men-jahr-kannya di dalam masjid dan mengeraskan suaranya dengan bacaan tahlil, apakah hal yang demikian ini makruh atau tidak?
Jawabannya adalah:
Sesungguhnya hal yang demikian ini tidak dihukumi makruh sama sekali, dan sungguh terdapat banyak riwayat hadits-hadits yang menunjukkan disunnahkannya berdzikir secara jahr, selain itu terdapat pula hadits-hadits yang menunjukkan disunnahkannya berdzikir secara sirr (pelan) sehingga perlu dikompromikan kedua cara berdzikir tersebut, yang mana hal tersebut dilaksanakan berbeda-beda menurut keadaan dan masing-masing pribadi. Sebagaimana al-Imaam an-Nawawi mengkompromikan hadits-hadits tentang disunnahkannya membaca Al-Quran secara jahr, dan (hadits-hadits) yang menyebutkan tentang diperbolehkannya membacanya secara sirr, berikut ini akan saya jelaskan secara fasal demi fasal.
Selanjutnya beliau (al-Imaam as-Suyuthi rahimahullaah) menyebut hadits-hadits yang menunjukkan disunnahkannya mengeraskan suara pada saat dzikir, baik secara shorih (terang) maupun iltizam (tersirat).
1.    Hadits Pertama:
Telah diriwayatkan oleh al-Imaam al-Bukhari rahimahullah, bahwasanya Abu Hurairah radhiyallaah ‘anhu berkata: Bersabda Rasulullaah shollallaah ‘alaih wa sallam: Alloh Ta’aala berfirman: “Aku mengikuti prasangka hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku selalu bersamanya apabila dia mengingat-Ku. Apabila dia mengingat-Ku di dalam dirinya (Sirr), maka Aku akan mengingat dia pada diri-Ku (Sirr), apabila dia mengingat-Ku dalam jumlah kelompok yang besar, maka Aku akan menyebut nama mereka dalam kelompok yang jauh lebih baik dari kelompok mereka.”
Beliau al-Imaam as-Suyuthi rahimahullaah berkomentar: “Dan berdzikir dalam kelompok yang besar tidak lain dilaksanakan secara jahr.”
2.    Hadits Kedua:
Diriwayatkan oleh al-Bazzaar dan al-Hakiim di dalam al-Mustadrak dan menyatakan keshahihannya, bahwasanya Jabir radhiyallaah ‘anhu berkata: Telah keluar Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam kepada kami, dan bersabda: Wahai manusia, sesungguhnya Alloh Ta’aala menebarkan para malaikat untuk mendatangi majlis dzikr di bumi, maka masuklah ke dalam taman-taman surga itu. Mereka berkata: Dimanakah taman-taman surga itu? Beliau bersabda: Majlis-majlis dzikr, sebaiknya kalian berdzikir kepada Allah tiap pagi dan petang.
3.    Hadits Ketiga:
Diriwayatkan oleh Muslim dan al-Hakim dengan lafadz dari abu Hurairah: telah bersabda Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam: Sesungguhnya Allah memiliki malaikat-malaikat Sayyarah yang mencari majlis dzikir di bumi, maka apabila mereka menemukan majlis dzikir, mereka saling mengelilingi dengan sayap-sayap mereka hingga mencapai langit,  maka Allah berfirman: Dari mana kalian? Mereka menjawab: Kami telah mendatangi hamba-Mu yang bertasbih, bertakbir, bertahmid,  bertahlil, memohon kepada Engkau, meminta perlindungan-Mu. Maka Allah berfirman: Apa yang kalian pinta? (dan Allah-lah yang lebih mengetahui apa-apa tentang mereka), mereka menjawab: Kami memohon Surga kepada Engkau. Allah berfirman: Apakah kalian sudah pernah melihat Surga?. Mereka menjawab: Tidak, Wahai Rabb. Allah berfirman: Bagaimana seandainya mereka pernah melihatnya?, kemudian Allah berfirman: Terhadap apa kalian meminta perlindungan-Ku? Sedangkan Allah Maha Mengetahui perihal mereka. Mereka menjawab: (Kami memohon perlindungan-Mu) dari api neraka. Kemudian Allah berfirman: Apakah kalian pernah melihatnya?. Mereka menjawab: Tidak. Selanjutnya Allah berfirman: Bagaimana seandainya kalau mereka pernah melihatnya?. Kemudian Allah berfirman: Saksikanlah, sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka, dan Aku perkenankan permintaan mereka, dan Aku beri perlindungan terhadap mereka atas apa-apa yang mereka minta perlindungan-Ku. Mereka berkata: Wahai Rabb kami, sesungguhnya didalamnya (majlis dzikir) terdapat seorang hamba penuh dosa yang duduk didalamnya dan dia bukanlah bagian dari mereka (yang berdzikir), maka Allah berfirman: Dan dia termasuk ke dalam orang-orang yang Aku ampuni, karena kaum itu adalah kaum yang tidak mencelakakan orang-orang yang duduk bersama mereka.
4.    Hadits Keempat
Diriwayatkan oleh Muslim dan at-Tirmidzi, dari abu-Hurairah dan abu Sa’id al-Khudriy radhiyallaah ‘anhumaa, bahwasanya Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam bersabda: Tidaklah suatu kaum yang berdzikir kepada Allah melainkan para malaikat akan mengelilinginya dan melimpahkan rahmat, dan diturunkan atas mereka sakinah (ketenangan) dan Allah Ta’aala menyebut mereka kepada siapa saja yang berada di sisi-Nya.


5.    Hadits Kelima
Diriwayatkan oleh Muslim dan at-Tirmidzi, dari Mu’awiyyah, bahwasanya Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam keluar menuju kepada halaqah daripada sahabatnya, kemudian beliau bersabda: “Kenapa kalian duduk-duduk?” Mereka menjawab: “Kami duduk untuk berdzikir dan memuji Allah Ta’aala.” Beliau bersabda: “Sesungguhnya Jibril mendatangiku dan mengabarkan kepadaku bahwasanya Allah Ta’aala membanggakan kalian kepada malaikat.”
6.    Hadits Keenam
Diriwayatkan oleh al-Hakim sekaligus beliau menshohihkannya dan Baihaqi di dalam Sya’b al-Imaan dari Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallaah ‘anhu berkata: Telah bersabda Rasulullaah Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Perbanyaklah olehmu di dalam berdzikir kepada Allah Ta’aala, sehingga mereka (kaum munafiquun) mengatakan bahwa kalian adalah ‘orang gila’.“
7.    Hadits Ketujuh
Berkata al-Baihaqi di dalam Syu’b al-Imaan dari abu al-Jauza’ radhiyallaah ‘anhu berkata: Telah bersabda Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Perbanyaklah berdzikir kepada Allah Ta’aala, sehingga kaum munafiquun berkata, ‘Kalian gila’.”
Beliau al-Imaam as-Suyuthi rahimahullaah berkomentar: Ini hadits mursal, adapun tujuan pendalilan menggunakan hadits ini dan yang sebelumnya lebih ditujukan untuk dzikir jahr, bukan dzikir sirr.
8.    Hadits Kedelapan
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Sahabat Anas radhiyallaah ‘anhu berkata: Telah bersabda Rasulullaah Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Apabila kalian menemukan taman-taman surga, maka ramaikanlah ia.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullaah, apakah yang disebut taman surga itu?” Beliau bersabda: “Halaqah dzikir.”
 9.    Hadits Kesembilan
Diriwayatkan oleh Baqi bin Makhlad, dari ‘Abdullah ibn Umar radhiyallaah ‘anhu, bahwasanya Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam melewati dua majelis, salah satu dari majelis menyeru dan mengagungkan Allah Ta’aala. Dan majelis yang satunya mengajarkan ilmu. Kemudian beliau bersabda: “Kedua-duanya baik, akan tetapi salah satunya lebih utama (daripada majelis yang satunya).”


 10.    Hadits Kesepuluh
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari ‘Abdullaah ibn Mughaffal berkata: Telah bersabda Rasulullaah Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Tiada suatu kaum yang berkumpul untuk berdzikir kepada Allah Ta’aala kecuali mereka akan dipanggil oleh para pemanggil dari langit: ‘Bangunlah kalian, sesungguhnya kalian sudah diampuni, sungguh keburukan-keburukan kalian telah diganti dengan kebaikan-kebaikan’.”
 11.    Hadits Kesebelas
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallaah ‘anhu, bahwasanya Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam bersabda: “Berfirman Allah Ta’aala pada hari Qiyamah: ‘Orang-orang yang dikumpulkan pada hari ini akan mengetahui siapa saja yang termasuk orang-orang mulia’. Para sahabat bertanya: ’Siapakah yang termasuk orang-orang mulia tersebut Wahai Rasulullaah?’. Beliau bersabda: ‘Majelis-majelis dzikir di masjid’. ”
 12.    Hadits Keduabelas
Diriwiyatkan oleh al-Baihaqi dari ibnu Mas’ud radhiyallaah ‘anhu berkata: “Sesungguhnya gunung memanggil gunung lainnya dengan namanya dan bertanya: ‘Wahai fulan, apakah kamu hari ini sudah dilewati orang yang berzikir kepada Allah?’ Yang apabila dijawab: ‘Ya’ mereka akan merasa sangat gembira. Kemudian Abdullah membaca ayat: ‘(Perkataan gunung) Sungguh-sungguh kalian telah mendatangkan ‘idda (kemunkaran yang sangat besar), sehingga hampir-hampir langit pecah berkeping-keping.’ Beliau berkomentar: ‘Apakah mereka (gunung-gunung) hanya mendengar kemunkaran, dan tidak mendengar kebaikan?’”
 13.    Hadits Ketigabelas
Diriwayatkan oleh ibn Jarir di dalam kitab tafsirnya, dari ibn ‘Abbas radhiyallaah ‘anhu mengenai firman Allah Ta’aala: “Maka tidaklah langit dan bumi menangis atas mereka”. Bersabda Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Bahwasanya apabila seorang mukmin wafat, menangislah bumi tempat dia sholat dan berdzikir kepada Allah.” Diriwayatkan pula oleh ibn Abi ad-Dunya dari Abu Ubaid berkata: “Sesungguhnya apabila seorang mukmin wafat, maka berserulah bongkahan bumi: ‘Hamba Allah ‘ta’aala yang mukmin telah wafat!’, maka menangislah atasnya bumi dan langit, kemudian ar-Rahmaan berfirman: ‘Mengapa kalian menangisi hamba-Ku?’. Mereka berkata: ‘Wahai Rabb kami, tidaklah dia berjalan di suatu daerah kami melainkan ia berdzikir kepada-Mu ’  ”
Tujuan pendalilan menggunakan hadits ini adalah: “Dengarnya gunung dan bumi akan dzikir tidak lain dikarenakan dzikir tersebut di-jahr-kan”



14.    Hadits Keempatbelas
Diriwayatkan oleh al-Bazzar dan al-Baihaqi dengan sanad Shohih dari ibn ‘Abbas radhiyallaah ‘anhu berkata: Telah bersabda Rasulullaah Shollallaah ‘alaih wa sallam: Allah Ta’aala berfirman: “Wahai hamba-Ku apabila engkau berdzikir kepada-Ku di dalam kesunyian, maka Aku akan mengingatmu di dalam kesunyian pula, dan apabila engkau berdzikir kepada-Ku dalam kelompok yang banyak, maka Akupun akan mengingatmu di dalam kelompok yang jauh lebih baik dan lebih besar”
 15.    Hadits Kelimabelas
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Zaid ibn Aslam berkata: Berkata ibn Adra’: “Pada suatu malam aku pergi bersama Rasulullaah shollallaah ‘alaih wa sallam, kemudian beliau melewati seorang lelaki di dalam masjid sedang mengangkat suaranya tinggi-tinggi. Aku (ibn Adra’) berkata: ‘Wahai Rasulullaah, barangkali lelaki ini sedang Riya’ (memamerkan ibadahnya)?’ Beliau bersabda: ‘Bukan, dia sedang berdo’a dan mengadu’”. Al-Baihaqi meriwayatkan pula dari ‘Uqbah ibn ‘Amir: Bahwasanya Rasulullaah shollallaah ‘alaih wa sallam bersabda kepada seorang lelaki bernama Dzul Bajadain: “Sesungguhnya dia banyak berdo’a dan mengadu, itu semua karena dia selalu berdzikir kepada Allah Ta’aala”. Al-Baihaqi juga meriwayatkan dari Jabir ibn ‘Abdullah bahwasanya ada seorang lelaki yang meninggikan suaranya ketika berdzikir sehingga lelaki yang lainnya berkata, “Seandainya saja orang ini merendahkan suaranya.” Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam bersabda: “Biarkanlah dia, sesungguhnya dia sedang berdoa dan mengadu.”
 16.    Hadits Keenambelas
Diriwayatkan oleh al-Hakim dari Syaddad ibn Aus berkata: “Sesungguhnya kami sedang bersama Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam pada saat beliau bersabda: ‘Angkatlah tangan kalian dan ucapkanlah  لا اله الا الله ’, maka kami melaksanakan perintah beliau”. Kemudian beliau bersabda: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau utus aku karena kalimah ini, Engkau perintahkan aku juga karenanya, Engkau janjikan aku surga juga karenanya, sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.” Kemudian beliau bersabda kepada para sahabat: “Bergembiralah kalian, karena Allah sudah mengampuni kalian semua.”
17.    Hadits Ketujuhbelas
Diriwayatkan oleh al-Bazzar dari Anas radhiyallaah ‘anhu dari Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Sesungguhnya Allah Ta’aala memiliki Malaikat Sayyarah yang mencari halaqah-halaqah dzikir. Dan apabila mereka menemukannya maka mereka mengelilingi tempat-tempat tersebut. Kemudian Allah Ta’aala berfirman: “Naungi mereka dengan rahmat-Ku, mereka adalah orang-orang yang duduk yang tidak mencelakakan pendatang yang ikut duduk bersama mereka.”
 18.    Hadits Kedelapanbelas
Diriwayatkan oleh at-Thabrani dan ibn Jarir, dari Abdurrahman ibn Sahl ibn Hanif berkata: “Saat Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam berada di salah satu rumahnya, diturunkanlah ayat: “Sabarkanlah dirimu bersama orang-orang yang menyeru Rabb mereka di pagi hari dan petang hari.” (Ayat). Kemudian beliau keluar kepada sahabat dan mendapati mereka sedang berdzikir, diantara mereka ada yang sudah beruban, kusam kulit dan hanya memiliki satu pakaian. Melihat mereka, Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam duduk bersama mereka dan bersabda: “Segala puji bagi Allah Ta’aala yang telah menjadikan diantara kalangan ummatku orang-orang yang diperintahkan aku untuk bersabar bersama mereka.”
 19.    Hadits Kesembilanbelas
Diriwayatkan oleh al-Imaam Ahmad di dalam az-Zuhd dari Tsabit berkata: “Salman berada di dalam sebuah kelompok yang berdzikir kepada Allah Ta’aala, kemudian Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam melewati mereka sehingga menyebabkan mereka berhenti, kemudian beliau bersabda: “Apa yang kalian ucapkan?”. Jawab kami: “Kami berdzikir kepada Allah Ta’aala.” Selanjutnya beliau bersabda: “Sesungguhnya aku melihat rahmat turun atas kalian, aku menginginkan bersama-sama kalian di dalam rahmat tadi.” Selanjutnya beliau bersabda: “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan diantara ummatku orang-orang yang diperintahkan aku untuk bersabar bersama mereka.”
 20.    Hadits Keduapuluh
Diriwayatkan oleh al-Ishbahani di dalam at-Targhiib, dari Abu Razin al-Aqili, bahwasanya Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam bersabda kepadanya: “Maukah engkau aku tunjukkan rajanya perkara yang dengannya engkau dapat meraih kebaikan dunia dan akhirat?”, dia menjawab: “Mau, wahai Rasulullaah.” Rasulullah bersabda: “Hendaklah engkau sering-sering mendatangi majelis-majelis dzikir, dan apabila engkau sedang dalam keadaan sendirian, maka gerakkanlah lisanmu untuk berdzikir kepada Allah Ta’aala.”


 21.    Hadits Keduapuluh satu
Diriwayatkan oleh ibn Abi ad-Dunya, al-Baihaqi, dan al-Ishbahani dari Anas radhiyallaah ‘anhu berkata: Telah bersabda Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Sesungguhnya duduk bersama kaum yang berdzikir setelah sholat shubuh hingga terbit matahari, lebih aku sukai daripada segala sesuatu yang disinari matahari. Dan sesungguhnya duduk bersama kaum yang berdzikir setelah sholat ‘ashar hingga terbenamnya matahari, lebih aku sukai daripada dunia dan seisinya.”
 22.    Hadits Keduapuluh Dua
Diriwayatkan oleh asy-Syaikhani (Bukhari dan Muslim) dari ibn ‘Abbas radhiyallaah ‘anhu berkata: “Sesungguhnya mengeraskan suara dzikir setelah orang-orang menyelesaikan sholat wajib sudah atas persetujuan dari Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam”. Berkata pula ibn ‘Abbas: “Sesungguhnya aku selalu mengetahui apabila mereka telah menyelesaikan sholat, kemudian terdengar mereka berdzikir.”
 23.    Hadits Keduapuluh Tiga
Diriwayatkan oleh al-Hakim dari ‘Umar ibn al-Khaththab radhiyallaah ‘anhu bahwasanya Rasulullaah Shollallaah ‘alaih wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang masuk ke dalam pasar kemudian mengucap:

لا اله الا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد يحيى ويميت وهو على كل شيء قدير

Maka Allah Ta’aala akan menetapkan baginya sejuta kebaikan dan menghapus sejuta keburukan, dan menaikkan derajatnya dengan sejuta derajat dan dibuatkan rumah di Surga.”
Di dalam beberapa thuruq (jalur mata rantai periwayatan) di hadits ini tertulis “ فنادى
Artinya: “Menyeru.”
24.    Hadits Keduapuluh Empat
Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi dan beliau menyatakan shohih, dan an-Nasa’i serta ibn Majah, dari Sa’ib bahwasanya Rasulullaah Shollallaah ‘alaih wa sallam bersabda: “Jibril ‘alahissalaam mendatangiku dan berkata: ‘Perintahkan para sahabatmu untuk mengeraskan suara mereka di dalam bertakbir.’”
 25.    Hadits Keduapuluh Lima
Diriwayatkan oleh al-Maruwzi di dalam kitab al-‘Iidain dari Mujahid, bahwasanya ‘Abdullah ibn ‘Umar dan Abu Hurairah radhiyallaah ‘anhuma mendatangi pasar pada hari-hari sepuluh (dzulhijjah) maka keduanya bertakbir. Tidaklah mereka mendatangi pasar kecuali untuk bertakbir. Dan diriwayatkan pula oleh ‘Ubaid ibn ‘Umair berkata: Sesungguhnya ‘Umar selalu bertakbir di dalam qubbahnya, sehingga seisi masjid juga bertakbir, dan juga seisi pasar juga bertakbir, sehingga seluruh Mina bergemuruh suara takbir. Dan diriwayatkan pula dari Maimun ibn Mahran berkata: Aku dapati manusia mengumandangkan takbir di hari ke sepuluh (dzulhijjah)  sehingga aku memisalkannya seperti gelombang lautan dikarenakan begitu banyaknya.

[Fasal]

Kalau engkau mau memikirkan secara mendalam atas hadits-hadits yang telah kami kemukakan di atas, nyatalah bahwasanya seluruhnya tidak memakruhkan mengeraskan suara di dalam berdzikir, sama sekali tidak, akan tetapi semuanya menunjukkannya sebagai kesunnahan, baik secara langsung maupun secara tersirat seperti halnya yang sudah kami paparkan diatas.
Adapun apabila hadits-hadits di atas secara lahiriyahnya bertentangan dengan hadits: “Sebaik-baik dzikr adalah yang tersembunyi (sirr)”, maka dapat dibandingkan secara mu’aradhah antara hadits-hadits jahr dan sirr di dalam membaca Al-Quran, seperti juga dengan bersedekah secara sirr.  Dalam hal ini al-Imaam an-Nawawi rahimahullaah mengkompromikan hadits-hadits tersebut dengan kesimpulan: “Menyembunyikan (sirr) lebih baik kalau khawatir akan menimbulkan riya’, mengganggu orang yang sedang sholat, atau orang yang sedang tidur. Sedangkan jahr lebih baik dilakukan apabila diluar kondisi-kondisi di atas. Karena pada dzikir secara jahr mengandung banyak amalan, faedahnya dapat mengalir kepada para pendengarnya, disamping agar hati para pedzikir terjaga dan mengkonsentrasikan niatnya kedalam fikirannya serta pendengaran menyimak alunan dzikir sehingga dapat mengusir rasa kantuk dan semakin menambah semangat di dalam berdzikir.”
Beberapa ulama’ berpendapat Sunnah men-jahr-kan sebagian bacaan Al-Quran dan men-sirr-kan sebagiannya. Karena boleh jadi orang yang men-sirr-kan bacaannya merasa bosan dan menyukai kembali apabila membacanya secara jahr. Dan terkadang orang yang men-jahr-kan merasa lelah, sehingga ia dapat beristirahat dengan men-sirr-kan bacaannya. Selesai.
Demikian pula pendapat kami (as-Suyuthi) tentang dzikir, dipilah-pilah seperti ini. Dengan demikian, berhasillah dikompromikan antara hadits-hadits yang mu’aradhah (bertentangan).
Bila kamu bertanya: (Bukankah) Allah Ta’aala telah berfirman: “Dan sebutlah nama Rabb-mu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan tidak dengan mengeraskan suara.”
Aku (as-Suyuthi) mencoba menjawab dengan tiga jawaban:
Pertama: “Ayat tersebut termasuk kategori Makkiyah seperti halnya ayat Al-Isra’: “Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu di dalam sholatmu dan janganlah pula merendahkannya”. Sesungguhnya ayat ini diturunkan ketika Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam mengeraskan bacaan Al-Quran dan terdengar oleh orang-orang musyrikin, sehingga mereka musyrikin mencaci-maki ayat-ayat Al-Quran dan yang menurunkannya (Allah Ta’aala). Lalu Allah Ta’aala memerintahkan untuk meninggalkan jahr untuk menutup wasilah (cercaan mereka). Sama halnya dengan pelarangan memaki-maki patung-patung mereka pada firman: ”Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.”
Dan alasan pelarangan tersebut sekarang telah sirna. Ini pula yang ditunjukkan Ibnu Katsir dalam Tafsirnya.
Kedua: “Sebagian mufassir, diantaranya: Abdurrahman bin Zaid bin Aslam (guru Imam Malik), dan Ibnu Jarir, mendorong ayat ini kepada  keadaan  pedzikir saat ada pembacaan Al-Quran, bahwa dianjurkan demikian untuk menghormati Al-Quran, agar suara dzikir tidak dikeraskan disisinya. Hal ini diperkuat oleh firman sebelumnya: ”Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah”. Menurut hematku: ‘Saat diperintahkan ‘inshat’ (diam dan memperhatikan) seolah-olah ada kekhawatiran akan kecenderungan kepada menganggur (dari dzikir), maka Allah menegaskan pada ayat selanjutnya, sekalipun ada perintah berhenti dzikir dengan lisan, perintah dzikir dengan hati tetaplah abadi sehingga jangan sampai lalai dari menyebut (nama) Allah Ta’aala. Karena itu, ayat ini diakhiri dengan: ”Janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai (dari menyebut nama Allah Ta’aala).”
Ketiga: Para ulama sufi menyebutkan, bahwa ayat di atas dikhususkan buat Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam yang memang telah begitu sempurna. Sedangkan orang-orang selain beliau, yang merupakan tempat was-was dan gudangnya pikiran-pikiran yang jelek, dianjurkanlah mengeraskan suara zikir, karena lebih memberi efek pada menolak kekurangan-kekurangan tersebut. Menurutku, pendapat ulama sufi di atas didukung oleh hadits yang dikeluarkan Al-Bazzar dari Mu’adz bin Jabal berkata: bersabda Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Siapa saja yang shalat  pada malam hari hendaklah mengeraskan bacaannya, karena sesungguhnya para Malaikat ikut shalat bersamanya dan mendengar bacaan dia, dan sesungguhnya seluruh jin mukmin yang terbang di udara serta tetangga  yang berada dalam rumahnya ikut pula shalat dan mendengar bacaannya, dan sesungguhnya pengerasan bacaan juga dapat mengusir jin-jin fasiq dan setan-setan jahat dari rumah dan sekitarnya”.
Kalau engkau bertanya: (bukankah) Allah Ta’aala telah berfirman: ”Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendah diri dan suara yang lembut, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” Dan kata ‘melampaui batas’ ditafsirkan dengan ‘mengeraskan suara doa’, maka aku akan menjawab dengan dua jawaban sebagai berikut:
Pertama: Tafsir yang rajih mengenai ayat ini, bahwa ‘melampaui batas’ ditafsirkan dengan ‘melampaui yang diperintahkan’ atau ‘mengada-ngadakan doa yang tidak ada dasarnya dalam agama’. Penafsiran ini diperkuat oleh hadits yang dikeluarkan Ibnu Majah dan Hakim dalam kitab Mustadraknya, sekaligus men-shohihkannya, dari Abu Nu’amah radhiyallaah ‘anh, bahwa Abdullah bin Mughaffal mendengar anaknya berdoa: ”Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu sebuah istana putih di sebelah kanan surga.” Abdullah menegur anaknya: “Aku mendengar Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam bersabda: ‘Akan muncul dalam kalangan umatku nanti suatu kaum yang melampaui batas dalam doa-doa mereka’”. Beginilah penafsiran seorang sahabat yang mulia, yang beliau lebih tahu apa yang dimaksudkan oleh sebuah nash.
Kedua: Anggaplah kita menerima (bahwa ayat di di atas memang melarang mengeraskan suara), tapi hanya mengeraskan suara pada doa, bukan dalam berzikir. Secara khusus doa memang lebih afdhal di-sirr-kan, karena lebih dekat kepada ijabah. Inilah alasannya mengapa Allah Ta’aala berfirman: ”Yaitu tatkala ia (Nabi Zakaria) berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang  lemah-lembut”. Dan karena itulah disunatkan men-sirr-kan bacaan “ta’awwudz” dalam shalat secara ittifaq, karena ia adalah doa.
Kalau engkau bertanya: Telah dinukilkan dari ibn Mas’ud, bahwa beliau menyaksikan suatu kelompok orang yang menyaringkan suara tahlil dalam mesjid, lalu berkata: ”Aku tidak melihat kepada kalian kecuali hanya orang-orang pembuat bid’ah semata”. Kemudian beliau mengusir mereka dari masjid.
Aku (as-Suyuthi) menjawab: Atsar Ibnu Mas’ud ini butuh kepada menjelaskan sanad-sanadnya dan siapa saja yang ada mengeluarkannya dalam kitabnya diantara para Imam Hafidh hadits. Dan, katakanlah memang Atsar itu ‘tsabit’, tetapi kemudian bertentangan dengan banyak hadits yang telah ‘tsabit’ pula di atas. Dan hadits lebih diutamakan kalau terjadi ‘ta’arrudh’. Kemudian, aku melihat secara tidak langsung ada keingkaran dari Abdullah bin Mas’ud terhadap atsarnya sendiri. Diantaranya, berkata Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab Az-Zuhd: ‘Husen bin Muhammad menceritakan kepada kami, Mas’udy menceritakan kepada kami dari ‘Amir bin Syaqiq dari Abu Wa-il berkata: ”Banyak orang yang menduga bahwa Abdullah bin Mas’ud selalu melararang berzikir (secara jahr), tetapi tidaklah aku duduk bersamanya di suatu tempat kecuali beliau selalu berdzikir”. Imam Ahmad mengeluarkan dalam ‘Az-Zuhd’ dari Tsabit Al-Banany berkata: ”Sesungguhnya ahli dzikir ketika duduk hendak berdzikir dengan beban dosa yang semisal gunung sekalipun, maka sesungguhnya tatkala mereka bangun dari ‘dzikrullah’ ia tidak lagi mempunyai dosa sedikitpun.
Selesai
Demikian terjemah dari kitab al-Hawi li al-Fatwi pada Sub Bab Natiijat al-Fikr Fi al-Jahr Fi adz-Dzikr yang dapat saya sampaikan, yang menunjukkan dalil-dalil shohih atas disunnahkannya berdzikir secara jahr dan berjamaah yang sudah umum dilaksanakan dan diamalkan di kalangan kaum ahlussunnah wal jama’ah. Semoga bermanfaat.
Wallaahu a’lam.

 

Sumber dari http://jundumuhammad.wordpress.com

HUKUM SELAMATAN

Jaman Sudah Berubah Berubah ubah ,Makanan pun beraneka ragam KFC,Kantaqi Dll semua juga ga ada jaman nabi,KACAMATA juga ga ada Jaman nabi,

SELAMATAN DAN SYUKURAN DALAM ISLAM

Assalamualaikum wr. wb.

Saya mau menanyakan tentang selamatan. Kata ibu saya itu salah satu sedekah. Sedekah dengan cara membuat makanan dan mengajak orang-orang untuk makan bersama, terkadang juga di isi dengan doa-doa dalam al-qur'an dan kata-kata dalam bahasa jawa. Jenis-jenis selamatannya seperti "pindahan, motor/mobil baru, kematian (1minggu, 100hari, 1000hari dsb), 7 bulan kehamilan, 3 bulan kehamilan dan lain-lain.

1. Apakah dalam islam itu di benarkan?
2. Kalau iya darimana dalilnya?
3. Kalau tidak darimana dalilnya dan selamatan yang bagaimana yang ada dalam islam dan yang di praktekan oleh nabi (aqiqah dsb)?

Tolong di jelaskan seluruh selamatan yang ada dalam islam, sehingga jika orang tua saya
menyuruh di luar dari itu tidak saya lakukan. Terima kasih.

DAFTAR ISI

  1. Selamatan Dan Syukuran Dalam Islam
  2. Dilema Menikah Dengan Lelaki Cinta Pertama Atau Kedua?
  3. Iddah Wanita Yang Suaminya Di Penjara
  4. Hukum Air Bekas Wudhu Yang Dipakai Wudhu Lagi
  5. Antara Janji Ke Kakek Dan Perintah Ibu

JAWABAN SELAMATAN DAN SYUKURAN DALAM ISLAM

1. Islam membagi aktivitas manusia menjadi 2 kategori. Yaitu, aktifitas ibadah dan aktifitas muamalah (perilaku non-ibadah seperti transaksi dan tradisi). Ada kaidah fiqih yang menjadi standar dasar yang disepakati oleh ulama fiqih termasuk dari kalangan Salafi Wahabi (Sawah) dalam menyikapi kedua kategori tersebut sebagai berikut:

والأصل في العبادات المنع والتوقيف، وفي العادات الإباحة والإذن، وفي الأبضاع التحريم، وفي الأموال المنع.
Artinya: Hukum asal dalam ibadah adalah dilarang dan pengajaran langsung (dari Quran dan hadits). Hukum asal tradisi adalah boleh dan idzin. Sedang hukum asal kemaluan adalah haram. Hukum asal harta adalah terlarang.

- Maksud dari kaidah fiqih di atas adalah bahwa dalam masalah ibadah kita tidak boleh membuat-buat sendiri tanpa ada dasar Quran dan/atau hadits. Dan tidak boleh mengurangi atau menambahi ibadah yang sudah ditentukan. Seperti shalat subuh 2 rokaat tidak boleh ditambah atau dikurangi.

- Adapun tradisi, maka hukum dasarnya adalah boleh dan dimaafkan. Artinya, manusia diberi kebebasan oleh Islam untuk berinovasi dan mengkreasi suatu kebiasaan dan itu dibolehkan selagi di dalamnya tidak ada unsur-unsur yang bertentangan dengan syariah (QS Yunus ayat 59)..

Dari sedikit uraian di atas, maka pengikut Wahabi dan non-Wahabi sepakat bahwa shalat, puasa, haji, zakat itu adalah ibadah dan tidak boleh ditambah atau dikurangi. Namun, aliran Wahbi dan non-Wahabi berbeda pendapat dalam hal-hal di luar itu. Misalnya, apakah selamatan atau syukuran pada saat pindah rumah, beli mobil baru, kematian (1 - 7, 40, dll) itu termasuk ibadah atau tradisi? Bagi kelompok Wahabi, itu adalah masuk ranah ibadah, karena itu dilarang karena tidak ada dalilnya alias dianggap bid'ah. Bagi kalangan non-Wahabi, seperti kalangan yang secara kultural berafiliasi ke NO (Nahdlatul Ulama) kegiatan tersebut adalah bagian dari tradisi. Karena itu tidak larangan melakukannya selagi tidak hal-hal yang berlawanan dengan syariah di dalamnya. Kami lebih condong pada padangan kedua yakni boleh. Apalagi di dalam acara itu dibaca bacaan-bacaan dari ayat Quran yang jelas dalam hadits atas kebaikannya.

Tentang bid'ah itu sendiri Wahabi dan non Wahabi berbeda pendapat. Wahabi hanya mengenal satu bid'ah yakni bid'ah dalalah (sesat). Kalangan Ahlussunnah non-Wahabi membagi bid'ah menjadi sayyi'ah (buruk) dan hasanah (baik).

majlis wirid pendingin kota dan kampung

Di antara sekian banyak mesjid di da erah kota Banjarbaru Mesjid Darul Muttaqin Terletak di Jl Kenanga kelurahan komet banjarbaru3.ada suatu acara yang jarang sekali di adakan di mesjid lain yaitu pembacaan kitab Swolawat Burdah ,yang dipercaya kan dan di amanahkan oleh guru-guru kami sampai sekarang.

BURDAH yaitu bait-bait syair pujian sanjungan kerinduan terhadap rasulullah saw.yang di karang al-imam albusyiry.

Atas dasar guru-guru yang mengajarkan kami menghibur hati kami dengan memuji nabi.serta di ijazah kanya kepada kami hingga sanad nya langsu ng ittisol kepada pengarang - mudah-mudahan kita semua mendapat syafa at nya rasulullah amin.

mudah mudahan dengan berkat rasulullah ,wali-wali allah ,orang -orang sholeh,kita semua mendapat syafaat dari baginda shohibul syafa atil uzma,amiiiin yarabbal alamiiiin.

 acara ini di ada kan semata -mata kerna berdasarkan pengetahuan dari guru -guru kami rodial allahu anhum>
 firman allah di dalam al-qur'an yang artinya-allah yang lebih mengetahui"Sesungguhnya didalam diri enkau {ya muhammad}terdapat akhlak {budi pekerti yang luhur} .

Didalam Hadist Kudsi Allah berfirmanYang Artinya : " Siapa aja Orang yang menyebut nama engkau ya muhammad Maka sesungguh nya sama menyebut ia akan aku"

-ayat diatas dalil membaca sanjungan terhadap nabi-{Sholawat Burdah}

jika kita amati ayat di atas ,adalah  menunjuk kan ketegasan allah,sanjungan allah ,sekaligus fujian allah ter hadap nabi muhammad saw,agar kita meniru aqkhlak beliau.

jadi apakah kita tidak dianjurkan memuji nabi,bersholawat kepada nabi,?

tentu di anjurkan malah hukum nya adalah Wajib aini.

tentu ada nas dan dalil nya langsung allah perintahkan

didalam al-qur'an yang artinya

" ,Sesungguh nya Allah Dan malaikat-malaikat nya,membaca sholawat atas nabi muhammad,Wahai sekalian orang-orang yang beriman Bersholawat lah kamu kepada nabi muhammad dan beri salam keselamatan "

jika ada yan bertanya "nabi sudah gak perlu di do akan -disholawatin kerna nabi sudah penuh rahmat"
jawabnya "kita semua apakah mampu membalas budi nabi muahammad saw,tidak kan?

makanya kita membaca sholawat itu{hakikat sholawat} meminta kepada allah supaya allah sajalah yang membalaskan nya  budi rasulullah,karna kita  tak kuasa membalasnya.

didalam hadist kudsi allah berfirman yang artinya "jikalau tidak kerna engkau ya muhammad{rasulullah} niscaya tidak aku ciptakan."_langit dan bumi seluruh makhluk

hendaknya kita selalu ingat dengan nabi,,jangan sesekali lupa dengan nabi
hendak nya kita senang hati bukan malah meremehkan sholawat.apalagi memvonis bid .ah sesat.
ya,,,,allah,,,,allahu akbar,,,